17 Sep 2017

Puti dan Teman Geblek-nya vol. 2

Sesaat setelah gue membaca selembar KRS yang baru saja gue isi, gue seperti mendengar sebuah bisikan ghaib yang membuat bulu kuduk gue merinding.

“Puti, you have no power here…!”

Gue kira itu benar-benar suara makhluk halus, gue sempat takjub karena gue pikir, kok keren amat ya, hantu ngomongnya pake bahasa Inggris. Tapi untungnya gue cepat-cepat menyadari kalau ternyata itu adalah bisikan dari hati kecil gue sendiri.
Yha~ 

Selamat datang di semester baru.

Di mana di semester ini semuat mata kuliahnya adalah mata kuliah program. Entah harus sedih atau sedih banget malahan, ternyata pikiran tentang gue yang salah jurusan ini semakin gencar menghantui gue. 

Gue bingung sama diri gue sendiri, gue merasa hidup gue nggak match di dalam bidang apapun. Gue nggak tau gue suka apaan, selain suka drama Korea dan suka sama dia, tapi-dianya-engga.

Untungnya, gue masih punya alasan lain kenapa gue harus semangat berangkat kuliah. Alasan itu adalah, untuk bertemu dengan teman-teman gue.

Ciye Puti akhirnya punya temen juga.

Iya, ini mungkin konspirasi yang dibuat oleh alam semesta untuk gue. Di saat gue hampir menyerah untuk bisa berbaur dengan teman-teman perempuan gue di kelas, akhirnya Tuhan mengirimkan gue sekelompok orang yang... rasanya sulit gue deskripsikan dengat kata-kata.

Rasanya mereka bisa melengkapi ruang kosong di hidup gue. 

Kok jadi sok sedih, gini ya?

Padahal di bawah, gue mau beberin aib mereka semua.

HAHAHAHA

Berawal dari percakapan laknat antara gue, Meta, Musa dan Aji pada saat mata kuliah Bahasa Inggris sedang berlangsung.
“Banana is eaten by me…” kata dosen sambil menuliskannya di papan tulis

Gue : “ppppppfffftttttt, the big banana…” sambil nglirik Meta.

Meta : “Musa tuh suka banana yang big..”

Musa : “Bener, kan enak kalau yang big gitu..”

Gue : “Aji kamu mau nga dikasih big banana sama Musa?”

Aji : “Bayanginnya aja udah merinding…”

Gue, Meta, dan Musa saling tukar pandangan sambil nahan ketawa.

Semenjak saat itu lah gue tau kalau ternyata ada yang tidak beres dengan Aji dan Musa. Obrolan kita jadi meluas kesegala aspek yang tidak bisa gue bayangkan sebelumnya.

Gue nggak perlu jaga image buat berteman dengan mereka berdua. Gue bisa bebas ngomongin hal apa saja termasuk hal ‘jorok’ sekalipun (masih dalam batas wajar dan tidak melanggar norma kesopanan). Gue bisa pake jokes apa aja tanpa khawatir mereka akan sakit hati karena ucapan gue. Gue merasa menemukan kembaran-kembaran gue yang lain, yang sama sinting dan nggak beresnya.

Sumber : Pinteret
Jadi, beginilah kurang lebih dunia gue dan teman-teman gue; 

Aji dan Musa adalah sepasang suami istri. Mereka berdua sudah menikah ketika lebaran kemarin. Aji sebenernya akan di boyong ke Lampung supaya tinggal sama orang tuanya Musa. Tapi karena alasan masih kuliah, Aji memilih untuk tetap tinggal di Tangerang bersama Musa di satu petak kontrakan 3x4 meter. Mereka bilang sih, biar romantis.

Beberapa minggu setelah pernikahan mereka, akhirnya mereka di karuniai seorang Putra, atau mungkin Putri? Entahlah, anak itu baru bisa memilih gendernya ketika nanti sudah menginjak usia 30 tahun. Masalah gender ini agaknya memang cukup pelik bagi keluarga kecil  mereka. Terbukti ketika gue bertanya beberapa hal kepada Aji atau Musa.

“Kalian kalau lagi 'gitu', biasanya yang jadi cewe siapa?” tanya gue antusias.

“Batu kertas gunting dulu lah buat nentuin” Musa menjawab dengan mantap.

“Jadi yang kalah nanti di bawah…” tambah Aji.

Diambil dari nama Musa dan Aji, nama anak mereka yang baru saja menginjak 20 tahun adalah Pramusaji.

Gue sebenarnya agak kasian sama Pramusaji ini. Ya, gimana nggak kasian. Dia harus punya orang tua yang nggak jelas macem Aji sama Musa.

Masa iya, anak baru lahir udah disuruh kerja. Sementara bapaknya, si Musa, nganggur.

Nggak cuma itu, biar Musa dan Aji bisa bebas mau 'ngapain aja' di rumah, Pramusaji sering disuruh lembur kerja.

“Saya mah, mendingan lembur, teh, dari pada di rumah sama mereka dibius muluk, biar pingsan” Ujar Pramusaji dengan wajah sedihnya.

Benar-benar orang tua yang durhaka sama anaknya.

Belakangan juga baru ketahuan kalau ternyata proses pembuatan Pramusaji dilakukan di semak-semak. Gue nggak tau deh, kalau Pramusaji tahu tentang kebenaran ini, apakah dia akan tetap bertahan menjadi anak Aji dan Musa atau tidak.

Walaupun punya orang tua yang, katakanlah, bedebah, Pramusji masih bisa dibilang cukup beruntung, dia masih punya dua orang tante dan om yang tidak kalah bedebahnya juga.

INI BERUNTUNG DARI MANANYA, ASTAGA!! Jerit Pramusaji dalam hati

Melihat kondisi Pramusaji yang teramat sangat menderita itu, bahkan penderitaan bawang putih-pun masih belum apa-apa kalau dibandingkan dengan penderitaannya Pramusaji. Gue dan Meta akhirnya sepakat untuk menjadi tante angkatnya Pramusaji. Disusul oleh TB dan Mas Dani yang kemudian menjadi om angkatnya Pramusaji. 

Tugas kami berempat hanya satu, yaitu, mem-bully Aji dan Musa sampai kami di tegur dosen karena ribut terus.

Bhahaha

Beberapa waktu lalu, Aji sempat uring-uringan sama Musa. Setelah diselidiki, ternyata Musa memang telah berbuat salah kepada Aji.

Karena stress dan punya tekanan batin yang disebabkan oleh bully-an kami (om dan tantenya Pramusaji) yang selalu mengatai Musa sebagai orang tua yang tidak mau bertanggung jawab untuk menafkahi Aji dan pramusaji, Musa memutuskan untuk kembali bekerja lagi sebagai, cowok panggilan. 

Yap! Benar, Musa kembali lagi mangkal bersama dengan banci-banci Citra Raya.
Awalnya Aji tidak bisa menerima keputusan Musa itu, tapi karena diiming-imingi akan dibelikan lingering berenda warna pink, akhirnya Ajipun luluh.

Gue dan Meta memerankan Tante bedebah dengan sangat baik. Dimana ada kesempatan, pasti Aji dan Musa sudah kami bully habis-habisan. Kalau TB, dia bisa dikatakan lumayan jarang membully mereka berdua, tapi sekalinya udah niat, bisa bikin Aji sama Musa menyesal karena lahir ke dunia. Mas Dani? Hmmm, dia jarang banget memerankan om bedebah dengan baik dan benar. Masih dipertimbangkan apakah dia akan dipertahankan sebagai om yang bedebah atau akan diturunkan jabatannya sebagai tim hore saja.
Karena kami, khususnya gue dan Meta merasa belum puas jika hanya membully Aji dan Musa ketika di kampus saja, maka dari itu kamipun memutuskan untuk membuat sub-grup kelas di WhatsApp.

Kami merasa kami punya dunia sendiri, kami butuh wadah untuk menyalurkan aspirasi-aspirasi laknat kami, yang tidak mungkin kami tuangkan di dalam grup kelas, dan grup tersebut kami berinama “BANANA SWAG”.

Banyak percakapan-percakapan kami yang kadang tidak lulus sensor begitu saja di chat grup. Dan gue sama sekali nggak merasa risih. Padahal, dulu gue pernah left grup cuma gara-gara ada yang chat ‘jorok’, tapi dengan mereka, entah kenapa gue nggak merasa keberatan sama sekali.

Misalnya,

Ngomongin biji sampai ke pentil.

Pentil ban, maksudnya.




atau,



Membicarakan program hidup untuk masa depan.



yang mau booking Musa secara online, bisa cp ke gue ya...


Jadi gimana ya jelasinnya..

Setiap kali gue bertemu dengan mereka, gue merasa kalau gue masuk ke dimensi yang berbeda. Dimensi yang dipenuhi imajinasi-imajinasi yang sebenernya nggak berguna semacam itu, tapi justru bisa membuat gue lebih bersemangat lagi untuk menjalani hari-hari gue.

Sumber : Pinterest
Mungkin kalau teman-teman lain di kelas nggak sengaja denger apa yang kami bicarakan, mereka akan bilang kalau kami ini aneh.

Banyak banget percakapan-percakapan yang semakin hari rasanya semakin bertambah vulgar, banyak kata-kata kasar yang terlonta begitu saja, tapi justru bisa membuat kami jadi semakin mengenal satu sama lain.

Dan, yaa...
Harapan gue di semester baru ini semoga..

mmm apa ya?

Semoga mereka tidak merasa menyesal karena dipertemukan dengan orang macam gue.

Bonus;

Musa sang penakluk tante-tante.

kafer boy wannabe

Musa, Meta, Puti, Miskat (Pramusaji), dan Aji.

Aku Adalah

Puti Andini

Pengabdi Wifi Telkom...

Bagian dari

Your Lucky Number

Kategori