30 Agu 2021

Tadi pagi, gue iseng blogwalking ke beberapa blogger langganan yang biasa gue kunjungin, walaupun gue tidak meninggalkan jejak komentar.

Dan tiba-tiba…. 

Gue kangen,
 
Gue kangen ikut ngerusuh  di kolom komentar blogger lain, gue kangen ketawa-ketawa sendiri tiap kali baca postingan mereka, baik yang bisa menginspirasi atau justru malah yang bikin sesat. Walapun biasanya, gue cenderung lebih suka sama postingan yang bisa menuntun gue ke jalan yang sesat, sih.

Hahaha~

Sebenarnya ada banyak banget moment yang gagal gue abadikan di blog gue ini. Hal itu teramat gue sayangkan. 

Ini tuh ibaratnya kayak gimana ya? Penyesalan yang sudah gue tau bakalan jadi penyesalan di masa yang akan datang, jadinya.

Jadi, pas gue mikir gini “Ah ini nga gue ceritain di blog, pasti gue bakal nyesel nih” dan, ya, gue sekarang nyesel beneran.

Hvft.

Kemudian terngiang semua janji-janji yang pernah gue ucapkan sama blog gue ini, janji akan selalu berbagi cerita dalam suka maupun duka~

Janji lagi, diingkarin lagi, janji lagi, pura-pura amnesia, janji lagi, lagi, lagi...

Gitu aja terus sampai keperawanannya mimi peri berhasil ada yang ngejebol.

Padahal apa susahnya sih, posting satu tulisan satu minggu sekali, toh tulisan itu juga nantinya bakalan bermanfaat buat gue sendiri. Kenapa malah lebih milih buat menghabiskan waktu dan kuota buat hal-hal yang kurang berfaedah, seperti, stalking instagram-nya nya naq-anaq musikeli atau bahkan Mimi Peri.

Rasanya sudah capek diri ini ngomelin diri sendiri. Nggak tau deh, kenapa bebal banget kalau dibilangin.

Terus sekarang mau ngapain nih, gue?

Tuh kan jadi lupa,

Hvft.

Oke, baiknya gue melakukan semacam time traveller ke dua bulan belakang untuk menebus semua kesalahan gue sama ini blog. Supaya gue nggak merasa bedosa-berdosa amat, gue akan mencoba menceritakan hal apa saja yang sudah gue lakukan selama gue hiatus.

Semoga saja, penyakit amnesia-amnesia-an-nya gue tidak kambuh di tengah jalan. Kalau sampai itu terjadi, duh, ngeri deh ngebayangin apa yang bakalan blog gue lakukan terhadap gue, bisa-bisa pas gue buka blog ini ternyata semua postingannya sudah hilang dan diganti dengan foto-foto mantan pacar gue dan calon istrinya.

Bhak~

Akan gue mulai dari,
Moment Lebaran

Yaaah…  Karena gue adalah anak perantauan, jadi hal yang sudah jelas akan gue lakukan ketika mau lebaran adalah mudik.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya juga, gue memang tidak pernah seantusias teman-teman gue yang lain ketika mudik. Jika teman-teman yang lain sudah melakukang packing satu minggu sebelum mudik, atau bahkan ada yang satu bulan sudah packing, gue justru melakukan packing malam harinya, sebelum gue mudik.

Bukan cuma itu saja. Berbeda dengan teman-teman gue yang sudah kelimpungan memikirkan kendaraan mudik dari beberapa bulan sebelumnya, gue baru memutuskan akan naik travel siapa, satu jam sebelum gue mudik.

Puti titisannya Larry, memang..

Sesampainya di kampung halaman…

Mmm gue ngapain ya waktu itu?

Ah iya..

Hari pertama di kampung halaman; tanpa banyak basa basi, gue langsung tidur seharian, layaknya orang yang lagi simulasi jadi orang mati. Maklum, mungkin gue kecapean barangkali.

Hari ke-dua  di kampung halaman ; selepas sahur dan shalat subuh (ini pencitraan banget ibadah pake diumbar. Astaghfirullah) gue langsung ketiduran sampe… kapan, ya? gue juga lupa waktu itu. 
Dan malam harinya, setelah buka puasa tentunya, gue langsung  marathon nonton drama Korea sampai sahur.

Hari ke-tiga di kampung halaman; masih sama dengan hari sebelumnya.

Ngapain?

Pake nanya, lagi. Baca ulang, gih!

Hari ke-empat di kampung halaman; agak berbeda dikit, karena gue sempat nggerecokin si ibu yang lagi masak. Setelah gagal meminta izin buat batalin puasa, karena tergoda opor ayam dan ketupatnya, gue kecewa dan memutuskan untuk tidur lagi.

Hari ke-lima di kampung halaman; hari yang paling ditunggu-tunggupun tiba, yaitu Lebaran. Bagi gue sih biasa aja. Bangun pagi, sholat idul fitri, dan kemudian halal bihal dengan semua sanak saudara dan juga para tetangga. 

Tapi jujur deh ya, gue jarang banget bisa nangis pas lagi acara sungkem-sungkeman gitu. Kadang malah, gue ketawa kalau ada salah satu anggota keluarga gue yang lagi nangis. 

Gue kayaknya harus memeriksakan kepribadian gue ini, deh. Masa iya gue bisa nangis sesenggukan pas lagi nonton drama Korea, tapi nggak bisa nangis pas lagi ada di suasana sakral kayak gitu.

Belum lagi, pas acara halal-bihal ke tempat tetangga-tetangga. Gue berasa ikhlas nggak ikhlas. Kalau gue boleh milih, mungkin gue lebih milih diem di rumah sambil menjamahi semua toples-toples nastar, daripada harus keliling kampung dari ujung sampai ujung.

Sebenarnya, gue punya alasan sendiri kenapa gue merasa seperti itu. Alasannya adalah, gue sama sekali tidak mengenal tetangga-tetangga gue itu. Semenjak Ibu gue pindah ke Bumi Ayu, maka, mau tidak mau, ketika gue pulang kampung, ya gue harus pulang ke Bumi Ayu juga. Sedangkan, gue sendiri pulang kampung cuma satu tahun sekali, jadi wajar kalau gue sama sekali tidak mengenal semua tetangga-tetangga baru gue.

“Kenal aja enggak, masa iya sih gue pernah punya salah sama mereka?” Ujar pikiran picik gue.

Hari lebaran pun berlalu begitu saja, menyisakan perut begah gara-gara kebrutalan mulut gue.

Adapun lebaran tahun ini gue sangat bersyukur karena tidak mendapakan broadcast massage “Air tak selalu jernih” 

Hahaha

Oke lanjut… 

Cerita ini masih sangat panjang,

Kalau sampai sini kalian masih bertahan buat membaca, sebelum melanjutkan, gue sarankan untuk kalian yang mau pipis, mending pipis dulu, atau kalau yang laper mending kalian beli makan dulu.

Masih di momen lebaran,

H+1, gue dan ibu gue memutuskan untuk pergi mengunjugi adek gue di Purwakarta.

Gue merasa kasihan sama adek gue, sebenarnya. Padahal dia jomlo, tapi dia harus merasakan yang namanya LDR-an, LDR sama keluarga maksudnya.


Ziarah ke tempat Ayah 

Besoknya, duh lupa, hari ke berapa ya? Ah iya, H+3 Lebaran, gue mengajak adek gue untuk mengunjungi makam almarhum Ayah gue, di Cimanggu. Kalau dari tempat tinggal adek gue ke Cimanggu membutuhkan waktu sekitar 2 jam.

Cimanggu adalah tempat dimana gue menghabiskan masa kecil gue, maka dari itu, tiap gue pulang ke Cimanggu, rasanya gue menemukan kepingan-kepingan kebahagian gue yang kian lama kian terkikis oleh waktu.

Disana gue bertemu dengan teman-teman masa kecil, yang, ehem, udah pada menggandeng anaknya masing-masing (nggak digendong lagi karena anaknya udah pada gede).


Reuni Dengan Teman SMP 

Gue juga sempat bertemu dengan teman-teman SMP gue yang kurang lebih delapan tahun nggak ketemu. Kalau diliha-lihat mereka tidak begitu banyak berubah, palingan cuma yang perempuan yang sedikit agak melar, atau paling juga kayak gue, yang sekarang sudah sedikit sukses karena punya penangkaran jerawat sendiri.
Jadi pada intinya, nggak ada satupun dari mereka yang bikin gue pangling.
Gue ngerasa percaya nggak percaya, kalau gue masih bisa bertemu dengan mereka, karena bisa dibilang, gue jadi temen mereka cuma satu tahun saja. Tapi ternyata bahkan ada salah satu diantara mereka yang masih mengingat kalau dulu dia pernah jadiin gue bahan contekan, sementara gue sendiri malah nggak inget sama sekali.

“Duh, Puti, dulu kan kita lagi deket-deketnya pas kamu pindah, aku kan tiap hari nyontek sama kamu, apalagi pas ulangan. Sedih rasanya pas kamu pindah tiba-tiba sekolah. Sedih nggak ada yang bisa aku contekin lagi.”

Selain itu, ada hal lain yang sebelumnya nggak pernah terbayangkan oleh gue.
Yha, gue bertemu dengan cinta pertama gue, kalau nggak salah, gue sempat bahas dia di blog ini. Adalah Acep Maryono, orang yang gue sukai secara diam-diam selama kurang lebih satu tahun, karena waktu itu Acep adalah pacar teman gue sendiri.
Setelah kepindahan gue ke Jakarta, Acep sempat nembak gue (Acep udah putus sama temen gue) tapi kemudian gue tolak. Itu adalah keputusan yang sangat gue sesali sampai sekarang.
Sebuah perasaan yang tidak bisa gue mulai dan tidak bisa gue akhiri juga, akhirnya menggantung begitu saja.
Setelah bertahun-tahun berlalu, ketika gue dan Acep akhirnya bisa bertemu lagi, saat itu juga gue dengar kabar bahwa Acep kembali bersama dengan teman gue dulu. Semua kabar itu didukung dengan bukti-bukti autentik mereka selama reuni sedang berlangsung. Mereka berdua menempel seperti perangko.
Dan tiba-tiba, ada sebagian hati gue yang sedikit retak.
“Sudahlah, gue memang tidak pernah punya celah” kata gue mencoba menghibur diri.

Liburan Keluarga
Entah kenapa, walaupun di Purwakarta adalah keluarga dari almarhum ayah, gue merasa gue lebih dekat dengan mereka ketimbang dengan keluarga dari pihak ibu. Gue tiba-tiba merasa punya banyak kakak perempuan ketika gue berada di dekat mereka.
Karena tanggal 3 Juli gue sudah harus kembali masuk kerja. Rencana awal gue adalah, tanggal 2 gue harus sudah sampai di Tangerang, sementara saat itu sudah tanggal 30 Juni,
“Kalau tanggal 1-nya gue balik ke Purwakarta, pasti masih keburu buat balik ke Tangerang sorenya” Pikir gue.
Sebelum tiba-tiba
“Puti, besok sabtu ikut jalan-jalan ke Waterboom dulu ya. Harus mau pokoknya” ucap salah satu tante gue.
Karena merasa nggak enak buat nolak, akhirnya gue mengiyakan ajakannya, itu adalah alasan yang pertama. Sedangkan alasan gue yang lain adalah, gue sebenarnya butuh piknik, kalau dipikir-pikir, Selama libur lebaran ini gue sama sekali belum pernah kemana-mana.
“Yha, ini semua demi kembalinya kewarasan jiwa dan raga gue”.

Jam 12 malam gue baru sampai di tempat tinggal adek gue di Purwakarta. Goks abis! Padahal besok pagi, gue udah harus berangkat lagi ke Tangerang.
Kampretnya, gue sama sekali nggak tau mau naik apa ke Tangerang.
Bodo amat yang penting gue tidur dulu.
Paginya, badan gue berasa mau rontok semua.

Perfect!

Setelah, melewati berbagai rintangan, akhirnya gue bisa sampai ke kontrakan gue jam 3 sore dengan selamat.
Besoknya, gue kembali bekerja dengan ogah-ogahan.

Beberapa minggu setelah libur Lebaran yang bisa dibilang awalnya biasa aja tapi akhirnya lumayan bikin gempor badan, gue diberi kejutan oleh perusahaan.
Yaaa~ kejutan itu tidak lain adalah AUDIT ISO.

Sumpah ya, rasanya gue lebih babak belur ketika mempersiapkan audit daripada pas liburan kemarin. Rasa-rasanya saat itu gue pengin mendadak hamil dan ngambil cuti hamil sampai Auditnya selesai.
Ini kalau mau nyeritain Audit ISO, bisa-bisa mata kalian keburu pecah karena kalamaan baca (Ada yang baca gitu? Paling juga di-skimming).

Yasudalah karena gue tau diri, sebaiknya postingan ini segera gue selesaikan sesegera mungkin setelah gue selesai mengetik kalimat ini.

22 Okt 2017

Jangan Melakukan Hal Ini Jika Kamu Belum Pro, Atau Kamu Akan Menyesalinya....

Mungkin sekarang sudah sangat terlambat bagi gue untuk mengucapkan “Welcome Semester 3”, mengingat ternyata 2 minggu lagi sudah akan memasuki masa UTS. Tapi tidak apa-apa, tidak ada kata terlambat selama tidak keluar di dalam..

ASTAGAA.. GUE NGETIK APAAN BARUSAN!!

Semangat gue sangat menggebu-gebu sekali di awal perkuliahan semester ini, selain karena gue sudah menemukan kembaran-kembaran gue di kelas, ternyata masih ada beberapa hal yang yang menjadi alasan lain di balik keantusiasan gue dibandingkan dengan semester sebelumnya. 

Yang jelas, bukan antusias sama mata kuliahnya, sih.

Diawali dengan pencapaian nilai gue di Semester dua kemarin, yang Alhamdulillah ternyata bisa melambung tinggi melebihi ekspekstasi. Padahal, sebelumnya gue sudaah memprediksi kira-kira gue akan mendapatkan beberapa nilai B, tapi ternyata….

Rahasia dong. Wqwq

Anehnya, setiap kali nilai akhir diumumkan di Web kampus, akan tidak afdol jika tidak terjadi yang namanya salah input nilai. Jika semester satu kemarin gue sempet dapat nilai D di mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi, maka untuk semester dua kemarin, korbannya adalah nilai mata kuliah PKn.

Mungkin gue tidak se-tercengang saat gue melihat nilai PTI kemarin, karena nilai PKn gue masih dalam batas normal, walaupun perasaan  dongkol tetap ada, terlebih kalau gue ingat perkataan dosennya “Nilai tugas saya ambil dari kalian beli buku atau tidak” dan juga inget kalau soal UTS dan UAS-nya hanya pertanyaan essay tentang pendapat pribadi.

Kembali, setelah gue amati semua nilai mahasiswa/i yang lain, gue semakin yakin kalau nilai PKn gue memang baik-baik saja, mengingat nilai UTS gue cuma dapet tuju koma sekian.

Tapi, alangkah terkejutnya diri ini.... #jeng jeng jeeeeng....!

LEBAY AMAT LU PUT -__-

Iya, gue serius terkejut bukan main ketika gue menerima KHS kemarin. Nilai gue tiba-tiba ada yang berubah, padahal dulu sampai harus komplain, baru bisa berubah nilainya. Lah ini?! Gue yang sudah menerima keputusan bapak dosen dengan sangat legowo, tapi ndilalah gue malah dapat mukzizat.

Berasa kayak abis ditolak sama gebetan, eh taunya gebetannya nolak karena mau nembak duluan. Kan jadi ena.

Tapi tetap saja, nilai gue yang ada di Web kampus tidak berubah. Padahal kan mana tau calon jodoh gue enggak sengaja liat nilai-nilai gue.

Berkat keajaiban dari nilai PKn itulah, gue juga berhasil mendapatkan beasiswa dari yayasan di kampus. Mungkin bisa dibilang tidak seberapa (Dih! Ngga bersyukur amat jadi orang), tapi baru kali ini gue ngerasa bangga sama diri gue sendiri. Dimana gue masih bisa berprestasi (cailah!), padahal gue sedang dalam kondisi 'tidak sehat' jiwanya karena beberapa hal, salah tiganya adalah karena kebanyakan nonton drama korea, pekerjaan yang lagi ribet-ribetnya (sampai sekarang sih inimah), dan mas gebetan yang tidak kunjung peka. 

Wow ! Ternaya alasan terakhir bikin netijen pengin muntah beling.

Berhubung gue sudah menyinggung masalah mas gebetan, yang mana sebenarnya postingan kali ini juga ditujukan untuk membahas dia yang terkasih.

huek..

Kalau kalian pernah baca postingan yang ini, berarti kalian kurang kerjaan tau siapa mas gebetan yang gue maksud itu, karena ini juga merupakan kelanjutan dari carita yang sebelumnya.

Oke, gue anggap saja kalian sudah tau cerita sebelumnya, kalau belum, baca lah! biar tau! HIH!

Singkat cerita, setelah gue mencoba untuk menata kembali kewarasan perasaan gue terhadap mas X, yaitu dengan tidak lagi membahas tentang mas x, ataupun menunggu mas X membalas WhatsApp dari gue. Kemudian secara tiba-tiba, gue mendengar kalau Meta ternyata kembali lagi merajut kasih bersama mantannya. 
Ah elah. Iya, Meta balikan sama mantannya.

Jujur gue sebenarnya senang mendengar hal itu, karena tandanya, perasaan sukanya Meta sama mas X cuma sebatas buat lucu-lucuan saja, berbeda dengan gue yang sampai gue dengar kabar kalau Meta balikan dengan mantannya, perasaan gue masih ada buat mas X, meskipun gue selalu menolak kenyataan itu.

Tapi disisi lain, gue agak kurang setuju kalau Meta balikan lagi sama mantannya, alasannya, yaa karena, Meta pernah cerita tentang kenapa mereka berdua dulu sampai bisa putus. 
Dan ya,,,,
kenapa harus balikan sama mantan yang itu sih? Padahal yang suka sama Meta itu kan banyaaaaa...
Sementara itu, tanpa sepengetahuan siapapun. gue mencoba kembali menjalin komunikasi dengan mas X. Walaupun hanya sebatas nanya tugas yang mana lebih sering berakhir dengan chat gue yang 2 centang biru doang.

Anehnya, gue merasa tidak kapok sama sekali meskipun sudah mendapat penolakan halus (entah itu sebuah penolakan atau memang sifat mas X yang bawannya memang cuek), selama kurang lebih satu semester.

“Kamu udah ngerjain kalkulus?”

“Udah mas, cuma belum selesai, kenapa?”
(padahal aslinya gue sama sekali belum ngerjain)

“Boleh liat, aku kurang paham… :D”
   
“Oke, nanti malem aku kirim” 
(Guepun langsung ngebut buat ngerjain tugas, pokoknya gimanapun caranya, nanti malem harus kelar!)


“Kamu kemarin kuis Akuntasi ngerjain lagi, nga?”

(Sambil mencoba mengingat “kuis? Kuis? Kuis yang mana yaLord?”) 
“Kayaknya udah aku kerjain deh, tapi lupa, nanti aku cek lagi deh ya, kalau ada nanti aku fotoin”

“Makasih .. :) ”

(gue buru-buru whatsApp Musa)
“Nyet, kemarin kamu fotoin soal kuis akuntansi nga? Kalau iya, buruan kirim, sekalian kalau udah ngerjain fotoin juga jawabannya…”

Ya, kurang lebih begitulah gue, terlalu sering berusaha berlebihan demi menyenangkan hati gebetan, sampai lupa kalau gebetan lagi nyenengin hati orang lain juga. (Nanti ini diceritain)

Berbulan-bulan berlalu, tugas demi tugas telah dia konsultasikan ke gue, sampai UAS pun akhirnya tiba.

Ngga ada angin ngaa ada hujan, Mas X tiba-tiba nge-chat gue duluan dan ngajak buat belajar bareng. Waktu itu dia meminta gue untuk mengajari dia Kalkulus. Yap! Betul sekali saudara-saudara....
kal. ku. lus.
Sungguh permintaan yang tidak tanggung-tanggung bikin dilemanya.
Mau ditolak, tapi kapan lagi bisa punya kesempatan kayak gitu. Enggak ditolak tapi kok ya kenapa harus minta diajarin Kalkulus, bukan mata kuliah lain aja... yalord :( 

Dengan tekad tidak ingin menyianyiakan kesempatan tersebut, akhirnya, satuhari sebelum hari yang disepakati untuk belajar bareng itu tiba, gue memutuskan untuk belajar Kalkulus dulu seharian. Harus bisa! Pokoknya harus! :')

Waktu yang ditunggupun akhirnya tiba. setelah menentukan waktu dan tempat untuk kencan belajar, gue dan mas X-pun bertemu. Dengan segala kegerogian yang gue rasakan, dengan suara nervouse yang berusaha gue sembunyikan, dan dengan keringat dingin yang mengucur deras di… tangan gue doang, sih, gue bisa dengan leluasa melihat mas X dari jarak yang sangat dekat.



Entah kenapa, waktu berjalan sangat cepat, padahal biasanya buat nunggu satu mata kuliah selesai gue harus nguap-nguap beberapa kali terlebih dahulu, itupun masih tetap dirasa sangat lama. Lain halnya pas gue lagi sama mas X, baru juga duduk, eh udah jam 9 malem. Dasar relativitas waktu sialan!

Hal tak terduga lainnya muncul ketika mas X menawari untuk mengantarkan gue pulang. Awalnya gue tolak, tapi untungnya mas X tetep maksa.
hahaha

*Flashback 1 tahun yang lalu
Gue sedang menyandarkan kepala gue di jendela angkot dan tidak sengaja melihat mas X yang baru sjaa keluar dengan motornya melewati gerbang kampus. Gue tersenyum dan berkata dalam hati “kapan gue bisa dibonceng motornya mas X, ya?"

Satu minggu setelahnya, mas X kembali lagi meminta gue untuk mengajari dia. Saking senangnya, guepun langsung mengiyakan. Mas X tidak tahu bahwasanya bukan hanya dia saja yang diuntungkan dalam kegiatan belajar bareng ini, tetapi gue juga diam-diam mendapatkan keuntungan, yaitu; bisa puas melihat dia.

"Puti, kamu di mana? Mau pulang bareng, nga?" WhatsApp dari Meta muncul di popup layar hp gue.

"Duluan aja, Ta.. Aku ada urusan dulu sama mas X" deleted

"Duluan aja, Ta.." send

Bertepatan dengan malam keramat bagi jomblo di Wilayah Indonesia bagian Alay.  Gue dan mas X memilih untuk belajar di salah satu Indoapril di daerah Bitung.

Setelah selesai belajar, Mas X menawari gue tumpangan untuk pulang sekaligus mengajak gue untuk makan malam sebagai ucapan terimakasihnya. Tentu saja percakapan mainsream seperti; kamu-mau-makan-di mana-dan-gue-jawab-terserah, tidak bisa gue hindari. Entah kenapa jawaban terserah terlontar dengan sendirinya, seolah mulut gue ini sudah disetting sedemikian rupa menjadi auto jawab ketika di tanya “mau makan di mana?”.

"Udah pernah ke angkringan, mas?" tanya gue dari jok belakang.

"Sering denger tuh tempat itu, tapi aku nga pernah makan di sana..."

"Oke kita makan di sana aja ya... tempatnya deket, makananya murah, tapi banyak kecoanya..." jelas gue.

"......"

"Enggak kok bercanda... hehe"

Di angkringan, gue dan mas X banyak ngobrol ngalor ngidul. Gue kira mas X pendiam, nyatanya dia biasa mengimbangi kecerewatan gue, kok. Sungguh mas X yang berbeda dengan mas X yang ada di chat. berarti sangat wajar kalau gue malah tambah suka setelah bisa berinteraksi secara langsung dengan mas X.

“Sampai ketemu di semester 3 ya…”Ucap gue sambil turun dari motornya.

Hari itu adalah hari terakhir UAS, dan gue merasa sangat sedih. Rasanya saat itu gue ingin setiap hari UAS, supaya gue bisa bertemu dengan mas X setiap hari juga. Terlebih, jika libur kuliah berarti tidak ada tugas kuliah juga dan tentu saja gue menjadi tidak punya alasan untuk menjadikan tugas kuliah sebagai kambing hitam supaya gue bisa memulai obrolan di chat dengan mas X.

Hari-hari berikutnya berlalu dengan sangat membosankan. Dua pertemuan kemarin sukses membuat perasaan gue jadi tambah random. Rasanya tidak adil jika gue menderita sedirian hanya karena menyukai seseorang.

Yang gue lakukan sepulang kerja hanya membuat story di WA, sampai-sampai story gue lebih mirip ketombe saking banyaknya. Tekadang, gue juga menyelipkan sebuah kode-kode rahasia untuk mas X, dengan harapan mas X minimal akan melihat dan membacanya.

Dan ternyata benar saja, mas mX akhirnya penasaran, atau mungkin lebih tepatnya risih.

“Kamu lagi suka sama seseorang?” tanya dia.

“Iya, tapi dianya enggak suka sama aku” balas gue secepat kilat.

“Kok kamu bisa tau kalau dia enggak suka sama kamu? Emang kamu udah nanya langsung ke orangnya?”

“Ya belum sih, cuma menurutku kayaknya enggak ada alasan buat dia suka sama aku..”

“Baiknya kamu pastiin dulu lah, jangan asal nebak, lagian menurutku, siapa sih yang nga suka sama kamu, kamu itu orangnya asik, nyenengin, diajak ngobrol juga nyambung..”

Pas baca kalimat itu, rasanya gue pengen nyeduh kopi G*od Day sambil naik paus terbang.

“kalau cantik mah enggak ya..? hehe”  deleted
 “Gitu ya?’ send
 
“Iya, Puti, coba aja kamu ngomong sama orangnya langsung, biar kamu enggak nebak-nebak sendiri dan penasaran sendiri juga. Apa mau aku bantuin buat ngomong? Siapa orangnya? Satu kampus?”

“Satu kelas, hehe”

“Wah, malah sekelas, yaudah siapa? Biar aku bantuin”

“Jangan deh, aku takut nanti kalau dia tau, dia ngiranya aku ngajak pacaran, terus karena dia engga suka sama aku, dia jadi ngarang banyak alasaan kayak misalnya ‘Maaf aku engga bisa jadi pacar kamu, aku belum boleh pacaran sama ibuku’ atau lebih parahnya lagi nanti dia bilang ‘maaf, aku enggak bisa pacaran sama kamu, karena sebenarnya aku adalah Ultraman’, kan ngeri, Mas. Nanti dianya malah jaga jarak lagi..”

“Hahaha, jadi tambah penasaran aku, siapa orangnya?”

“Mmm... beneran peasaran?”

“Iya…”

“Serius mau tau..?”

“Iya Puti…”

“Jangan kaget tapi, jangan diketawain juga..”

“Ya ampun ini anak… iya aku janji. Yaudah siapa?”

“Kamu….”

Selama 3.8 menit gue liat mas X masih mengetik... tapi balasannya tidak kunjung muncul juga di layar hp gue..

Memang benar rasanya seperti ada beban gue berkurang sedikit setelah gue mengetikan kata “kamu...” tetapi justru malah tergantikan oleh sebuah penyesalan.

Puti lupa kalau cinta sepihak akan berakhir apabila dinyatakan. Entah itu berakhir sesuai dengan harapan atau malah sebaliknya. 

Tapi karena ini cinta sepihak…

Ah, netijen mungkin sudah tau jawabannya.

17 Sep 2017

Puti dan Teman Geblek-nya vol. 2

Sesaat setelah gue membaca selembar KRS yang baru saja gue isi, gue seperti mendengar sebuah bisikan ghaib yang membuat bulu kuduk gue merinding.

“Puti, you have no power here…!”

Gue kira itu benar-benar suara makhluk halus, gue sempat takjub karena gue pikir, kok keren amat ya, hantu ngomongnya pake bahasa Inggris. Tapi untungnya gue cepat-cepat menyadari kalau ternyata itu adalah bisikan dari hati kecil gue sendiri.
Yha~ 

Selamat datang di semester baru.

Di mana di semester ini semuat mata kuliahnya adalah mata kuliah program. Entah harus sedih atau sedih banget malahan, ternyata pikiran tentang gue yang salah jurusan ini semakin gencar menghantui gue. 

Gue bingung sama diri gue sendiri, gue merasa hidup gue nggak match di dalam bidang apapun. Gue nggak tau gue suka apaan, selain suka drama Korea dan suka sama dia, tapi-dianya-engga.

Untungnya, gue masih punya alasan lain kenapa gue harus semangat berangkat kuliah. Alasan itu adalah, untuk bertemu dengan teman-teman gue.

Ciye Puti akhirnya punya temen juga.

Iya, ini mungkin konspirasi yang dibuat oleh alam semesta untuk gue. Di saat gue hampir menyerah untuk bisa berbaur dengan teman-teman perempuan gue di kelas, akhirnya Tuhan mengirimkan gue sekelompok orang yang... rasanya sulit gue deskripsikan dengat kata-kata.

Rasanya mereka bisa melengkapi ruang kosong di hidup gue. 

Kok jadi sok sedih, gini ya?

Padahal di bawah, gue mau beberin aib mereka semua.

HAHAHAHA

Berawal dari percakapan laknat antara gue, Meta, Musa dan Aji pada saat mata kuliah Bahasa Inggris sedang berlangsung.
“Banana is eaten by me…” kata dosen sambil menuliskannya di papan tulis

Gue : “ppppppfffftttttt, the big banana…” sambil nglirik Meta.

Meta : “Musa tuh suka banana yang big..”

Musa : “Bener, kan enak kalau yang big gitu..”

Gue : “Aji kamu mau nga dikasih big banana sama Musa?”

Aji : “Bayanginnya aja udah merinding…”

Gue, Meta, dan Musa saling tukar pandangan sambil nahan ketawa.

Semenjak saat itu lah gue tau kalau ternyata ada yang tidak beres dengan Aji dan Musa. Obrolan kita jadi meluas kesegala aspek yang tidak bisa gue bayangkan sebelumnya.

Gue nggak perlu jaga image buat berteman dengan mereka berdua. Gue bisa bebas ngomongin hal apa saja termasuk hal ‘jorok’ sekalipun (masih dalam batas wajar dan tidak melanggar norma kesopanan). Gue bisa pake jokes apa aja tanpa khawatir mereka akan sakit hati karena ucapan gue. Gue merasa menemukan kembaran-kembaran gue yang lain, yang sama sinting dan nggak beresnya.

Sumber : Pinteret
Jadi, beginilah kurang lebih dunia gue dan teman-teman gue; 

Aji dan Musa adalah sepasang suami istri. Mereka berdua sudah menikah ketika lebaran kemarin. Aji sebenernya akan di boyong ke Lampung supaya tinggal sama orang tuanya Musa. Tapi karena alasan masih kuliah, Aji memilih untuk tetap tinggal di Tangerang bersama Musa di satu petak kontrakan 3x4 meter. Mereka bilang sih, biar romantis.

Beberapa minggu setelah pernikahan mereka, akhirnya mereka di karuniai seorang Putra, atau mungkin Putri? Entahlah, anak itu baru bisa memilih gendernya ketika nanti sudah menginjak usia 30 tahun. Masalah gender ini agaknya memang cukup pelik bagi keluarga kecil  mereka. Terbukti ketika gue bertanya beberapa hal kepada Aji atau Musa.

“Kalian kalau lagi 'gitu', biasanya yang jadi cewe siapa?” tanya gue antusias.

“Batu kertas gunting dulu lah buat nentuin” Musa menjawab dengan mantap.

“Jadi yang kalah nanti di bawah…” tambah Aji.

Diambil dari nama Musa dan Aji, nama anak mereka yang baru saja menginjak 20 tahun adalah Pramusaji.

Gue sebenarnya agak kasian sama Pramusaji ini. Ya, gimana nggak kasian. Dia harus punya orang tua yang nggak jelas macem Aji sama Musa.

Masa iya, anak baru lahir udah disuruh kerja. Sementara bapaknya, si Musa, nganggur.

Nggak cuma itu, biar Musa dan Aji bisa bebas mau 'ngapain aja' di rumah, Pramusaji sering disuruh lembur kerja.

“Saya mah, mendingan lembur, teh, dari pada di rumah sama mereka dibius muluk, biar pingsan” Ujar Pramusaji dengan wajah sedihnya.

Benar-benar orang tua yang durhaka sama anaknya.

Belakangan juga baru ketahuan kalau ternyata proses pembuatan Pramusaji dilakukan di semak-semak. Gue nggak tau deh, kalau Pramusaji tahu tentang kebenaran ini, apakah dia akan tetap bertahan menjadi anak Aji dan Musa atau tidak.

Walaupun punya orang tua yang, katakanlah, bedebah, Pramusji masih bisa dibilang cukup beruntung, dia masih punya dua orang tante dan om yang tidak kalah bedebahnya juga.

INI BERUNTUNG DARI MANANYA, ASTAGA!! Jerit Pramusaji dalam hati

Melihat kondisi Pramusaji yang teramat sangat menderita itu, bahkan penderitaan bawang putih-pun masih belum apa-apa kalau dibandingkan dengan penderitaannya Pramusaji. Gue dan Meta akhirnya sepakat untuk menjadi tante angkatnya Pramusaji. Disusul oleh TB dan Mas Dani yang kemudian menjadi om angkatnya Pramusaji. 

Tugas kami berempat hanya satu, yaitu, mem-bully Aji dan Musa sampai kami di tegur dosen karena ribut terus.

Bhahaha

Beberapa waktu lalu, Aji sempat uring-uringan sama Musa. Setelah diselidiki, ternyata Musa memang telah berbuat salah kepada Aji.

Karena stress dan punya tekanan batin yang disebabkan oleh bully-an kami (om dan tantenya Pramusaji) yang selalu mengatai Musa sebagai orang tua yang tidak mau bertanggung jawab untuk menafkahi Aji dan pramusaji, Musa memutuskan untuk kembali bekerja lagi sebagai, cowok panggilan. 

Yap! Benar, Musa kembali lagi mangkal bersama dengan banci-banci Citra Raya.
Awalnya Aji tidak bisa menerima keputusan Musa itu, tapi karena diiming-imingi akan dibelikan lingering berenda warna pink, akhirnya Ajipun luluh.

Gue dan Meta memerankan Tante bedebah dengan sangat baik. Dimana ada kesempatan, pasti Aji dan Musa sudah kami bully habis-habisan. Kalau TB, dia bisa dikatakan lumayan jarang membully mereka berdua, tapi sekalinya udah niat, bisa bikin Aji sama Musa menyesal karena lahir ke dunia. Mas Dani? Hmmm, dia jarang banget memerankan om bedebah dengan baik dan benar. Masih dipertimbangkan apakah dia akan dipertahankan sebagai om yang bedebah atau akan diturunkan jabatannya sebagai tim hore saja.
Karena kami, khususnya gue dan Meta merasa belum puas jika hanya membully Aji dan Musa ketika di kampus saja, maka dari itu kamipun memutuskan untuk membuat sub-grup kelas di WhatsApp.

Kami merasa kami punya dunia sendiri, kami butuh wadah untuk menyalurkan aspirasi-aspirasi laknat kami, yang tidak mungkin kami tuangkan di dalam grup kelas, dan grup tersebut kami berinama “BANANA SWAG”.

Banyak percakapan-percakapan kami yang kadang tidak lulus sensor begitu saja di chat grup. Dan gue sama sekali nggak merasa risih. Padahal, dulu gue pernah left grup cuma gara-gara ada yang chat ‘jorok’, tapi dengan mereka, entah kenapa gue nggak merasa keberatan sama sekali.

Misalnya,

Ngomongin biji sampai ke pentil.

Pentil ban, maksudnya.




atau,



Membicarakan program hidup untuk masa depan.



yang mau booking Musa secara online, bisa cp ke gue ya...


Jadi gimana ya jelasinnya..

Setiap kali gue bertemu dengan mereka, gue merasa kalau gue masuk ke dimensi yang berbeda. Dimensi yang dipenuhi imajinasi-imajinasi yang sebenernya nggak berguna semacam itu, tapi justru bisa membuat gue lebih bersemangat lagi untuk menjalani hari-hari gue.

Sumber : Pinterest
Mungkin kalau teman-teman lain di kelas nggak sengaja denger apa yang kami bicarakan, mereka akan bilang kalau kami ini aneh.

Banyak banget percakapan-percakapan yang semakin hari rasanya semakin bertambah vulgar, banyak kata-kata kasar yang terlonta begitu saja, tapi justru bisa membuat kami jadi semakin mengenal satu sama lain.

Dan, yaa...
Harapan gue di semester baru ini semoga..

mmm apa ya?

Semoga mereka tidak merasa menyesal karena dipertemukan dengan orang macam gue.

Bonus;

Musa sang penakluk tante-tante.

kafer boy wannabe

Musa, Meta, Puti, Miskat (Pramusaji), dan Aji.

6 Agu 2017

That X

Saat itu, kuliah umum semester satu sedang berlangsung. Hari pertama dimana gue resmi menjadi seorang mahasiswa.

Ketika gue sedang khidmat-khidmatnya megamati calon-calon teman gue untuk kurang lebih 4 tahun ke depan, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggil gue.

“Mbak, boleh minta tolong fotoin kita, nga?”

Setelah yakin “mbak” yang dimaksud adalah gue, guepun bersedia menyanggupi permintaan dari cowo tersebut.

“Oke, aku hitung ya… 1…2…” 

Ada jeda beberapa detik sebelum akhirnya gue menghitung sampai 3, ketika mata gue menangkap sosok yang lumayan menyita perhatian gue.

Gue hanya tersenyum dan,

“3….Oke sip!” lanjut gue.

“He is so tall and hansome as hell~”

Lagu mbak Tay-tay terngiang di kepala gue secara tiba-tiba.

***

Hari pertama kuliah, gue mencoba kembali mencari sosok itu, tapi sayangnya, gue tidak menemukannya. “Barangkali kita memang beda kelas” batin gue.

Waktupun terus berjalan sebagai mana mestinya.

Sesekali gue masih mencari dia ketika gue sedang di kampus.

Beberapa bulan setelah itu, ada salah seorang mahasiswa dari kelas lain, sebut saja namanya Budi, yang meminta untuk memasukan temannya ke grup WhatsApp kelas gue. Karena gue termasuk admin di grup kelas, maka tanpa banyak tanya guepun memasukan orang tersebut.

Dan kontak itu hanya gue beri nama C.

Alasan Budi meminta untuk memasukan temannya itu ke grup kelas, adalah, mereka berniat untuk ikut mata kuliah Agama di kelas gue, itu berarti mereka harus masuk ke kelompok di kelas gue juga.

Karena gue awalnya gue cuma kenal sama Budi, akhirnya gue meminta Budi saja yang masuk di kelompok gue, sementara itu si C gue sarankan untuk masukan ke kelompok lain.

Dulu, gue dan Meta lumayan sering bikin rusuh di grup WA kelas. Kita berdua benar-benar kritis sama apa yang teman-teman lain bahas di Grup.  Kebetulan, di kelas gue memang kebanyakan anak cowo-nya, makanya terkadang bahasaan mereka suka melenceng kemana-mana, dan itu membuat gue dan Meta gerah.

“Kalian itu mahasiswa, bukan orang-orang terminal!“ Kata gue dengan kesal.

Bukan cuma bahasan mereka di grup kelas yang kadang bikin gue merasa “ Ya Allah, ini kenapa gue dapet temen-temen model mereka sih?” ada juga segelintir anak-anak yang pm gue secara personal di WhatsApp.

“Puti, kamu orangnya yang mana sih?”

“Minta foto kamu dong, Put?”

“Ganti ava WA-nya dong, biar tau Puti yang mana?”

Baca chat dari mereka aja rasanya bikin gue pengen muntah beling.

Bukan apa-apa, hanya saja gue tidak mau dianggap melakukan perbuatan tidak menyenangkan dengan mengirim foto gue yang sebenarnya masuk kedalam kategori disturbing picture. Kan dosa jadinya.

Tapi, setelah gue install aplikasi byuti ples, barulah gue berani mengganti avatar WhatsApp dengan foto gue sendiri.

#dibakarmasal

“Oh jadi, ini yang namanya, Puti…” muncul notif chat dari C.

“-___________-”
***
 
“Puti…… Aku sekelompok loh sama mas X” pekik Meta girang

“Siapa?” Tanya gue.

“Itu loh, yang kamu ceritain pas dulu kuliah umum…” papar Meta

“Hah? Serius? Oh namanya X? dia yang dari kelasnya Budi itu? Astagaaa…”

“Tau gitu dia aja yang gue masukin kekelompok gue, bukan malah Budi” lanjut gue dalam hati.

***

Obrolan gue dan Meta-pun tentang mas X semakin menjadi-jadi.

“Ya Allah, Putiiii… dia itu cool bangettttt” Meta histeris

“Kan udah ku bilang dari awal juga, Ta. Aku suka sama dia at the first sight. Makanya aku sering nyari-nyari dia di kampus. Taunya malah satu kelompok sama kamu”

“Mueheheeh..” Meta tertawa puas.

***

“Mas X itu keren banget loh Put” Kata Meta sepulang kuliah setelah dia presentasi Agama

“Kenapa emang?” tanya gue penasaran.

“Kemaren dia ngga sempet ngumpul buat bahas presentasi tadi, tapi kamu liat sendiri kan? Dia bisa lancar gitu presentasinya… aaaahhhhkkkk” jelas Meta panjang lebar.

“Pilihanku emang ngga salah kan, Ta?”

“Ahhhh dia kesayangankuu~”

“Kesayanganku juga, Ta…” gue nggak mau ngalah

“Ah iya, Mas X kesayangan kita…” 

kata Meta sambil meluk-meluk gue. Dan akhirnya kita kayak orang lesbi yang lagi pacaran di jalan.

***

Gue merasa jadi orang bego se-desa Konoha. Gimana engak, hampir tiap kali ke kampus, gue berharap bisa papasan sama mas X, ternyata gue udah punya kontak WhatsAppnya dari lama. Lebih kampretnya lagi, gue pernah beberapa kali mengabaikan chat dari dia.

Penyesalan itu memang sama kayak mahasiswa, datangnya pasti selalu terlambat.

***

“Puti… tau nggak? katanya, mas X pindah ke kelas kita…”

“Seius, Ta?”

“Iya seriuss, besok liat aja di absen kelas B”

“Ah senangnyaaaa~”

Gue dan Meta pelukan lagi di jalan macem orang Lesbi jilid II.

***

Setelah memastikan beberapa kali, ternayata memang benar, mas X pindah ke kelas gue.

Akibat kepindahan si pemicu detak jantung gue itu #eaaak #silahkan muntah

Gue jadi tidak bisa berkonsentrasi dengan baik saat jam kuliah berlangsung. Rasa-rasanya leher gue ada auto muter ke belakang -nya buat ngeliat mas X.

Bukan cuma itu aja, gue dan  Meta sering histeris macam orang yang abis dapet uang kaget 10jt kalau mas X lewat di depan kita berdua.

***

Gue dengan cara gue, dan Meta dengan caranya sediri berhasil mengungkap sedikit identitas mas X itu.

“Dia kerja di KFC, Put”

“Iya, ternayta da lulusan tahun 2010 ya, Ta”

“Kirain seumuran, hehe, tapi kok nggak ketara gitu ya”

“Orang ganteng mah bebas, Ta”

“Dia suka basket tau, Put”

“Pantes aja tinggi gitu kayak galah..”

“hahahha” ketawa bareng tanpa pelukan.

“Dia ngekost di daerah Cikupa loh, Ta…”

“Udah tau..”

“Asem!”

“Semalem aku mo nembak dia, eh malah chatku dipotong gitu aja” aku Meta.

“W-W-What!! kampret bener kamu, Ta. Nyuri start duluan”

“Ya, abisan aku gregetan banget sama dia”
“Dia suka banget memutuskan chat dengan kata “Yaudah deh…”, iya kan?”

“Nah, iya tuh bener… hahahaha”

“Orang ganteng mah bebas, Ta”

***

“Aku nggak semangat nih?”

“Kenapa?” Tanya gue

“Mas X ngga masuk” jawab Meta

“Iya, sama, udah yuk pulang aja….” gue ikutan ngawur

***

“Puti…. Mas x ngajak belajar bareng” Kata Meta tiba-tiba.

Degggg

Ada perasaan lain yang gue rasakan saat Meta mengatakan itu. Gue nggak tau kenapa tiba-tiba dada gue sakit, padahal gue nggak punya penyakit asma.

Mungkinkah ini yang dinamakan dengan gejala awal penyakit asma?

#dibakarmasal(2)

Dari awal, gue tidak berencana untuk menjadikan mas X sebagai milik gue sendiri. Gue mau berbagi dengan Meta juga. Toh, kayak gitu aja udah bisa bikin gue seneng. Tapi kenapa tiba-tiba perasaan gue sakit pas Meta bilang kalau mas X mau belajar bareng sama Meta.

Gue mulai mencari tau tentang perasaan apa yang sebenarnya gue rasakan sama mas X itu. Gue masih nggak terima kalau gue ternyata bisa jatuh cinta semudah itu.

Oke, gue emang tipe orang yang gampang suka sama seseorang, tapi ya itu cuma sebatas suka, tanpa ada niatan buat memiliki. Contohnya, gue suka sama oppa-oppa Korea. (itu beda kasus woy!)

Ya intinya, gue nggak mau kalau harus marah sama temen sendiri cuma gara-gara hal remeh kayak gitu, apalagi masalah cowo.

Gue jauh lebih lama kenal sama Meta dari pada sama mas X.

Maka dari itu, untuk mengindari terjadinya konflik yang tidak gue inginkan, gue memilih untuk mengurangi bahasan tentang mas X dengan Meta.

Gue nggak tau Meta ngerasain hal yang sama kayak gue juga atau tidak. Gue juga nggak tau tingkat sukanya dia ke mas X seperti apa, apakah lebih besar dari gue, atau biasa saja.

Tapi terkadang, hati memang tidak pernah bisa seiya sekata dengan otak.

-To be Continue......

Aku Adalah

Puti Andini

Pengabdi Wifi Telkom...

Bagian dari

Your Lucky Number

Kategori